Masalah Sakit Kolera dan Kewafatan Mirza Ghulam Ahmad.
Banyak dari para penentang Ahmadiyah membuat cerita palsu mengenai penyebab kewafatan Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. Dikatakan oleh para penentang dengan penuh kedengkian bahwa beliau meninggal di kamar mandi akibat ratusan kali buang air besar karena sakit kolera.
Cerita di atas adalah karangan palsu dan sengaja dibesar-besarkan serta jauh dari kebenaran. Memang benar bahwa beliau beberapa kali buang air besar karena sakit diare, bukan kolera.
Dalam buku Riwayat Hidup Mirza Ghulam Ahmad yang ditulis oleh Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a., putra dari Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s., kita temukan bahwa penyebab wafatnya beliau adalah karena dipicu oleh penyakit diare dan beliau wafat dengan tenang di atas peraduannya, dan kepergiannya disaksikan oleh keluarga, Sahabat, dan kerabatnya. Kita dapatkan keterangan dari putra beliau sebagai berikut:
“…Keesokan harinya naskah pidato itu telah selesai dan diserahkan untuk dicetak. Setelah itu pada waktu malam, penyakit Hadhrat Ahmad a.s. semakin parah dan sangat melemahkan tubuh beliau. Hadhrat Ummul Mukminin bangun dan terkejut melihat keadaan beliau a.s. yang sudah benar-benar lemah, lalu menanyakan kenapa. Hadhrat Ahmad a.s. menjawab, “Sekarang saat kewafatan saya sudah tiba.” Kemudian beliau a.s. buang air lagi, dan kondisi beliau menjadi sangat lemah. Beliau memerintahkan agar memanggil Hadhrat Maulvi Nuruddin r.a. [tabib yang ahli dan seorang Ahmadi mukhlis]. Kemudian beliau a.s. meminta agar membangunkan Mahmud [penulis buku ini] dan Mir Sahib [mertua beliau a.s.].”
“Tempat tidur saya tidak jauh dari tempat tidur beliau a.s. Saya pun bangun dan melihat keadaaan beliau yang sangat gelisah. Para dokter telah datang, dan mulai mengobati beliau. Tetapi obat-obat itu tidak dapat menolong. Akhirnya beberapa obat diberikan melalui suntikan, dan beliau pun dapat tertidur. Pada waktu Subuh, Hadhrat Ahmad a.s. terbangun dari tidur, dan melaksanakan shalat Subuh. Suara beliau a.s. serak, sehingga sulit berbicara. Kemudian beliau meminta pena dan tinta untuk menulis sesuatu, tetapi karena terlalu lemah, beliau tidak mampu memegang pena lagi dan tidak dapat menulis. Beliau pun merebahkan diri di atas tempat tidur. Tidak lama kemudian tampak beliau a.s. seperti tertidur.”“Pada tanggal 26 Mei 1908, pukul 10:30 pagi Hadhrat Ahmad a.s. berpulang ke Rahmatullah, dan sepanjang umurnya beliau a.s. telah mengkhidmati agama-Nya. Innaa lillahi wa innaa illayhi roji'uwn. Sewaktu sakit, hanya satu perkataan yang selalu beliau ucapkan, yaitu “Allah.”
Beliau wafat di kota Lahore dan kemudian dimakamkan pada hari berikutnya di kota Qadian. Selanjutnya
Hadhrat Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad menerangkan:
“Saya telah ungkapkan tadi bahwa Hadhrat Ahmad a.s. wafat pada pukul 10:30 pagi. Kemudian segera diatur segala yang perlu untuk membawa jenazah beliau a.s. ke Qadian. Dengan kereta api sore, pada hari itu juga, jenazah beliau a.s. disertai rombongan besar Jemaat Ahmadiyah, diberangkatkan ke Qadian…Setelah turun di stasiun Batala, jenazah Hadhrat Ahmad a.s. diusung sampai ke Qadian. Sebelum beliau dikebumikan, jemaat yang berada di Qadian dan ratusan wakil Jemaat Ahmadiyah dari tempat-tempat lainnya dengan sepakat telah memilih Hadhrat Haji Maulvi Nuruddin sebagai pengganti beliau a.s. dan sebagai Khalifatul Masih Awwal. Dan mereka pun bai'at kepadanya…Demikianlah kabar ghaib yang tercetak di dalam buku Al-Wasiat Hadhrat Ahmad a.s. telah menjadi sempurna:“Allah Ta’ala akan menegakkan orang yang akan mengurus jemaat ini sebagaimana Hadhrat Abu Bakr r.a. mengurus umat Islam sesudah kewafatan Junjungan Yang Mulia Nabi Muhammad s.a.w...” Kemudian Hadhrat Khalifatul Masih Awwal r.a. memimpin shalat jenazah Hadhrat Ahmad a.s. Dan setelah Zuhur, jenazah Hadhrat Ahmad a.s. dikebumikan.”
Iain Adamson dalam bukunya yang berjudul Mirza Ghulam Ahmad of Qadian menulis:
“He felt ill during the night and doctors were called. They realised that he was seriously ill. He lapsed in and out of consciousness. Early in the morning he asked, “Is it prayer time?” and one of his followers, standing beside his bed, replied, “Yes Sir, it is.”
“He then made the signs of symbolic ablutions and started praying. He lost consciousness in the middle of prayer, but then recovered and started again, finishing it slowly. He was then semi-conscious, but whenever he recovered consciousness he could be heard repeating, “O God, My beloved God.” At 10.30 in the morning it seemed to those around him that they heard him breath deeply twice. Then he died.”“The unthinking of those who had opposed him in life rejoiced in his death and within half an hour the street outside the house was crowded with the riff-raff of Lahore. They chanted and shouted, capered and danced and held mock funeral processions…That night his coffin was carried on the shoulders of his followers to the station to catch the evening train to Batala. They were pelted with stones as they walked. From Batala his followers carried his coffin for 11 miles throughout the night until they reached Qadian at nine o’clock the following morning.”
“When the last pledge of allegiance had been given and accepted the First Successor led the funeral prayers and at six o’clock the body of Ahmad was buried in the small cemetery.Already some of those who had been among of his first 313 Companions were buried there.”
Sebagai bukti bahwa beliau wafat karena penyakit diare, kami berikan penjelasan Hadhrat Khalifatul Masih IV, Mirza Tahir Ahmad r.h. menanggapi tuduhan para penentang Ahmadiyah mengenai penyakit kolera sebagai berikut:
“Hal ini perlu untuk diingat bahwa pada masa itu terdapat peraturan yang sangat ketat dari pemerintah Inggris yaitu larangan untuk memindahkan jenazah yang mati karena kolera dari suatu tempat ke tempat lainnya…Seandainya jenazah Masih Mau’ud a.s. tidak dipindahkan dari Lahore ke Qadian, maka masalah ini [tuduhan mengenai kolera] akan terus berlanjut. [Akan tetapi] Allah Ta’ala telah mentakdirkan bahwa kewafatan beliau terjadi di Lahore, sehingga membuktikan bahwa penyebab kewafatannya bukan karena kolera. Masalah ini telah diangkat dalam Majelis Nasional Pakistan pada tahun 1974 ketika Hadhrat Khalifatul Masih III diminta menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai Ahmadiyah. Ketika beliau memberikan bukti sertifikat kematian Masih Mau’ud a.s., para ulama menjadi sangat terkejut, karena mereka sebelumnya mengatakan kepada Majelis Nasional Pakistan bahwa Masih Mau’ud wafat karena kolera.”
Setelah mengetahui fakta mengenai sakit dan wafatnya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s., sekarang yang menjadi persoalan dari segi aqidah adalah: Apakah sakit diare akut yang menyerang isi perut Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. dapat dikategorikan sebagai penyakit yang diridhai oleh Tuhan atau tidak?
Keterangan Hadits
Ternyata kita dapatkan keterangannya dalam Hadits sebagai berikut: Dari Jabir bin Atik, bahwa Nabi s.a.w. bersabda: “Mati syahid itu adalah tujuh macam, di luar mati syahid terbunuh di jalan Allah: Orang mati karena penyakit tha'un, itu syahid. Orang mati karena tenggelam, itu syahid. Orang mati karena sakit panas, itu syahid. Orang mati karena sakit perut, itu syahid. Orang mati karena terbakar, itu syahid. Orang mati karena tertimbun reruntuhan, itu mati syahid dan orang mati karena melahirkan, itu mati syahid.” (H. R. Ahmad, Abu Daud, An-Nasai dengan sanad yang Shahih)
Dari Abu Hurairah r.a., Nabi s.a.w. bersabda: Rasulullah bertanya “Bagaimana caramu menghitung syahid?” Mereka menjawab: “Wahai Rasulullah, orang yang mati terbunuh di jalan Allah itu mati syahid.” Rasulullah bersabda: “Jika demikian, orang-orang syahid dari umatku itu sedikit.” Mereka bertanya: “Jika demikian siapa, wahai Rasulullah?” Rasulullah s.a.w. menjawab: “Orang yang terbunuh di jalan Allah, itu syahid. Orang yang mati di jalan Allah, itu syahid. Orang yang mati terserang penyakit tha'un, itu syahid. Orang yang mati karena penyakit perut, itu syahid. Orang yang mati tenggelam, itu syahid.” (H. R. Muslim)
Jadi, tidak diragukan lagi bahwa sakit serta kewafatannya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s. adalah diridhai oleh Allah Ta'ala menurut keterangan Hadits di atas, sebab diare termasuk dalam kategori sakit perut. Dan menurut Hadhrat Sayyidina Muhammad Musthafa s.a.w., barangsiapa yang wafat karena sakit perut, maka kematiannya digolongkan dalam kematian syahid.
Daftar Pustaka:
1. Mirza Bashiruddin Mahmud Ahmad, Riwayat Hidup Mirza Ghulam Ahmad, terj. Malik Aziz Ahmad Khan, (Jemaat Ahmadiyah Indonesia, 1995)
2. Iain Adamson, Mirza Ghulam Ahmad of Qadian, (Elite International Publications Limited, 1989)
3. Mirza Tahir Ahmad, “Mubahala Background (Darsul Qur’an by Hadhrat Khalifatul Masih IV on 14th and 15th May 1988),” Review of Religions, vol. 92, no.2, (February, 1997), hlm. 28-29.
4. Sayyid Sabiq, Fikih Sunnah 11, a. b. H. Kamaluddin A. Marzuki, (Bandung: PT. AlMa’arif, 1987)
Sumber : “Bukan Sekedar Hitam Putih“ oleh M. A.Suryawan