Benarkah Setiap Nabi yang turun membawa Kabar Suka akan berjalan mulus tidak ada hambatan yang berarti..? apakah setiap Nabi yang turun itu langsung di terima oleh Umat manusia..?? Apakah ketika Nabi Muhammad SAW turun mendakwakan diri beliau langsung disambut hangat dan diterima sebagai nabi..??
Dalam Al-Qur’an Suci surah Ibrahim
ayat 8-14 Allah Swt. berfirman :
11.1. “Dan ingatlah ketika
Tuhanmu memberitahukan: Jika kamu tahu bersyukur maka sesungguhnya Aku akan
menambah nikmat-nikmat padamu, tetapi jika kamu akan ingkar, maka ketahuilah
bahwa azab-Ku itu adalah maha hebat”.
11.2. “Dan berkata Musa: Jika
kamu tidak akan percaya, bahkan segenap penghuni dunia ini akan mengingkarinya,
maka hal ini tidak akan merugikan Alah, karena sesungguhnya Allah Maha Kaya dan
Maha Terpuji.
11.3. “Apakah tidak datang
kepadamu berita-berita mengenai orang-orang sebelum kamu, yaitu mengenai kaum
Nuh, mengenai suku-suku bangsa Ad dan Samud dan juga mengenai bangsa-bangsa
kemudian mereka? Tidak ada seorang pun mengetahui kejadian-kejadian yang
menimpa mereka itu kecuali Allah. Rasul-rasul Allah datang kepada mereka dengan
membawa tanda-tanda yang meyakinkan, tetapi ketika Rasul-rasul itu datang,
mereka menaruh tangannya di mulutnya (maksudnya: mereka heran dan benci atas
seruan rasul-rasul itu) dan kemudian berkata: Sesungguhnya kami ingkar terhadap
apa-apa yang kamu bawa, kami curiga dan kami ragu atas ajaran-ajaran yang kamu
serukan itu.
11.4. “Rasul-rasul itu berkata:
Patutkah kamu ragu terhadap Allah yang menciptakan alam semesta dan bumi? DIA
memanggil kamu supaya diampuni dosa-dosamu dan menangguhkan azab-azab yang akan
ditimpakan padamu hingga batas waktu yang ditentukan. Kaumnya menjawab: Kamu
adalah orang-orang biasa seperti kami juga. Kamu mengharapkan supaya
menghalangi kami untuk menyembah dari apa-apa yang disembah oleh bapak dan
datuk leluhur kami (menyembah pada tradisi, adat istiadat, hawa nafsu dan
kegemaran dunia). Bawalah keterangan-keterangan yang meyakinkan.
11.5. “Rasul-rasul itu menjawab:
Tiada kami melainkan manusia-manusia seperti kamu, tetapi Allah mengaruniakan
karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan tiada
kami dapat memajukan keterangan-keterangan yang meyakinkan kecuali dengan izin
Allah, dan kepada Allah-lah orang-orang mukmin bertawakkal.
11.6. “Dan mengapakah kami tidak
bertawakkal kepada Allah, sedang Dia telah memberi petunjuk kepada kami,
sesungguhnya kami akan bersabar atas caci makian yang dilemparkan pada kami.
Dan kepada Allah-lah orang-orang beriman bertawakkal.
11.7. “Dan orang-orang yang
ingkar itu berseru kepada Rasul-rasul-Nya: Sesungguhnya kami akan mengusirmu
dari negeri kami, atau kamu akan masuk kembali ke agama kami (agama menyembah
berhala, tradisi, adat-istiadat, hawa nafsu dan kegemaran dunia). Kemudian
Tuhan mewahyukan kepada rasul-rasul mengenai kaum yang ingkar itu:
Sesungguh-sungguhnya Kami akan menghancurkan orang-orang zalim dan aniaya itu”.
Pelajaran yang diberikan Kitab Suci ini ialah:
11.8. Ayat ke-8 menegaskan,
bahwa orang-orang yang tahu bersyukur akan dikaruniakan nikmat-nikmat, tetapi
orang-orang yang menolak akan diazab Tuhan.
11.9. Ayat 9 menjelaskan
bahwa kerajaan Tuhan tidak akan bertambah atau ciut, sekiranya manusia menolak
firman-firman Tuhan yang disampaikan nabi-nabi itu.
11.10. Ayat 10 memperingatkan,
bahwa setiap nabi diutus Tuhan, senantiasa manusia (penduduk dunia) menaruh
curiga padanya, menolak dan membenci terhadap ajaran-ajaran yang
disampaikannya, padahal nabi-nabi itu semata-mata menyampaikan wahyu-wahyu
Tuhan untuk membina kerohanian manusia.
11.11. Ayat 11 memberikan
ajaran,bahwa orang-orang yang menerima seruan nabi-nabi itu dosa-dosa mereka
akan diampuni oleh Tuhan (jadi Tuhan sendiri yang mengampuninya dan bukan
ditebus oleh Nabi Isa a.s.), tetapi jika mereka itu ingkar, maka azab yang
bertubi-tubi akan diturunkan kepada
ummat manusia. Biasanya nabi itu diutus ke dunia, bilamana manusia tidak
lagi mengamalkan hukum-hukum Tuhan dan hanya mengutamakan tradisi datuk
leluhur, menyembah pada dewa-dewa, hawa nafsu dan kegemaran kehidupan dunia yang fana ini. Wahyu-wahyu
Tuhan itu dianggap remeh oleh manusia-manusia yang telah jatuh dalam lumpur
maksiat itu, dan mengejek bahwa wahyu-wahyu yang dibawa oleh nabi-nabi
benar-benar tidak meyakinkan.
11.12. Ayat 12 memperingatkan
bahwa nabi-nabi adalah manusia-manusia biasa yang telah dipilih oleh Allah swt.
karena memiliki kesucian lahir dan batin. Mereka hanya semata-mata membawa
seruan-seruan Tuhan. Manusia tidak berhak untuk berdebat dengan Tuhan, karena
Dia telah melimpahkan karunia-Nya kepada manusia yang dipilih-Nya. Mereka yang
menyampaikan wahyu-wahyu Tuhan yang dengan seizin-Nya harus disampaikan kepada
ummat manusia, apakah mereka menerima atau menolaknya.
11.13. Ayat 13 menasehatkan
kepada nabi-nabi dan para pengikutnya supaya bertawakkal dan bersabar, jika
ummat manusia mencaci maki dan menyakiti mereka, memboikot atau mencoba
membunuh mereka, semisal Nabi Muhammad saw. dan para sahabat r.a. ketika hidup
di Mekkah selama lebih sepuluh tahun terus menerus dihina dan disakiti oleh
golongan kafir Quraisy Mekkah.
11.14 Ayat 14 menyatakan,
bahwa para nabi dan pengikut-pengikutnya akan senantiasa dihina dan dicoba
diusir dari tempat kelahirannya, diboikot atau dibunuh, tetapi Allah yang Maha
Kuasa yang telah menciptakan alam semesta ini memperingatkan bahwa Dia Jabbar
dan Kahhar, dan sesungguhnya akan menghancurkan orang-orang yang zalim dan
aniaya itu.
11.15. Dalam Al-Qur’an Karim
dijumpai banyak sekali firman-firman Tuhan yang menyatakan bahwa bilamana Allah
swt. mengutus nabi-nabi-Nya, senantiasa penduduk dunia menolak, menganiaya dan
mempermainkan mereka. Rasulullah saw. selama 10 tahun di Mekkah sangat
menderita; Nabi Yahya a.s. dipancung kepalanya (Markus 6:27 -29); Nabi Isa a.s. dihina, difitnah,
diludahi, mahkota duri diletakkan di atas kepalanya dan kemudian digantung di
atas salib oleh Imam Besar para ulama dan orang-orang Yahudi (Matius 26:27-68).
Dengan kata-kata yang sangat memilukan, Allah swt. berfirman dalam
surah Yasin ayat 30 :
Artinya:
“Sunguh sangat
disesalkan manusia-manusia itu, bilamana Nabi dikirim kepadanya, maka mereka
senantiasa menghina, menyakiti dan mempermainkan nabi-nabi itu”.
Nabi Muhammad saw. dan para sahabat
dianiaya.
11.16. Dalam sejarah Nabi Besar Muhammad saw. dapat
kita jumpai, bahwa pada masa permulaan pertablighan beliau, maka pemuda-pemuda
bangsa Arab di kala itu mulai tercengang. Pencari kebenaran mulai menjadi
gelisah hatinya. Dari penghinaan dan ejekan mulai tumbuh pengakuan dan
kegemaran. Budak-budak, pemuda-pemuda, wanita-wanita yang dirundung malang mulai berkumpul di
sekitar Rasulullah saw. Dalam amanat dan ajarannya ada harapan untuk orang-orang
hina dina, putus asa dan untuk angkatan muda. Wanita-wanita memandang waktunya
telah dekat untuk menegakkan kembali hak-hak mereka. Budak-budak melihat
hari-hari kemerdekaannya telah datang dan pemuda-pemuda merasa jalan-jalan
kemajuan mulai dibuka dengan lebar-lebar.
Ketika ejekan mulai berubah menjadi penghargaan dan acuh-tak-acuh
menjadi sangat tertarik, pemimpin-pemimpin Mekkah dan pejabat-pejabat mulai
khawatir. Mereka mengadakan pertemuan dan perundingan. Mereka mengambil
keputusan, bahwa ejekan bukan cara yang tepat untuk menghadapi ancaman itu.
Obat yang lebih mujarab harus digunakan. Pengaruh baru itu harus ditekan dengan
kekuatan.
11.17. Orang-orang beriman yang masih berjumlah
kecil, tak mampu melawan serangan-serangan dan keganasan kaum musyrik, suatu
gerakan yang paling keji dan mengerikan telah mulai berkobar. Wanita-wanita
dibunuh secara biadab. Laki-laki disembelih. Budak-budak belian yang telah
menyatakan imannya kepada Rasulullah saw. dihela melalui pasir dan batu yang
panas membara. Kulit mereka menjadi keras seperti kulit belulang binatang. Lama
kemudian, ketika Islam tegak berdiri, seorang dari pengikut-pengikut pertama
yang bernama Khabbab bin Al-Arat memperlihatkan badannya terbuka.
Kawan-kawannya melihat kulitnya keras seperti kulit belulang binatang dan
bertanya, mengapa kulitnya begitu. Khabbab tertawa dan menjawab, bahwa itu
bukan apa-apa hanya kenang-kenangan pada hari pertama-tama itu, ketika
budak-budak belian yang masuk Islam dihela sepanjang lorong-lorong Mekkah
melalui pasir dan batu yang keras dan panas (Musnad jilid V halaman 110).
11.18. Budak-budak belian yang
menerima Islam itu datangnya dari berbagai-bagai lapisan masyarakat. Bilal
adalah orang Negro, Suhaib orang Yunani. Mereka itu pengikut berbagai agama.
Jabbar dan Suhaib adalah orang Kristen. Bilal dan Ammar penyembah berhala.
Bilal dibaringkan di atas pasir yang panas membara, ditimbuni batu dan
anak-anak disuruh menari-nari di atas dadanya dan majikannya Umayya bin Khalf
menganiayanya demikian dan kemudian meminta, supaya ia membatalkan
kepercayaannya kepada Allah dan Rasul-Nya dan memuji-muji berhala-berhala
Mekkah, Latta dan Uzza. Bilal hanya mengatakan: “Ahad, Ahad ….”(Tuhan itu
Tunggal).
11.19. Meluap-luap dalam
marahnya Umayya menyerahkan Bilal kepada anak-anak nakal, menyuruh mereka
mengikatkan tali pada lehernya dan menghelanya melalui kota di atas batu-batu yang tajam. Badan
Bilal berlumuran darah, tetapi terus saja membisikkan : “Ahad, Ahad ….”.
Abu Bakar membayar penebusan Bilal dan beberapa budak lain dan
mengusahakan pembebasannya. Di antara mereka terdapat Suhaib. Seorang pedagang
kaya kaum Quraisy terus menganiayanya, juga sesudah pembebasannya. Ketika
Rasulullah saw. meninggalkan Mekkah untuk berhijrah ke Medinah, Suhaib juga
ingin ikut serta. Tetapi kaum Mekkah menahannya. Ia tidak boleh membawa keluar
dari Mekkah, kekayaan yang dimilikinya yang ia peroleh di Mekkah. Suhaib
menawarkan untuk meninggalkan semua kekayaannya dan miliknya serta bertanya,
apakah kemudian ia diperkenankan pergi. Kaum Mekkah menerima syarat itu. Suhaib
sampai di Medinah dengan tangan hampa dan bertemu dengan Rasulullah saw. yang
mendapat laporannya dan mengucapkan selamat kepadanya sambil berkata: “Itulah
perdagangan yang terbaik selama hidupmu”.
11.20. Rasulullah saw. sendiri tidak merupakan
pengecualian dari perlakuan kejam terhadap orang-orang beriman. Pada sekali
waktu beliau saw. sembahyang. Serombongan kaum kuffar mengenakan sebuah jubah
kepada leher beliau dan menghela beliau, rasanya mata pun akan keluar dari kelopaknya.
Abu Bakar kebetulan lewat dan menyelamatkannya sambil berkata: “Kamu mencoba
mau membunuhnya karena ia mengatakan bahwa Tuhan itu sembahannya?”
Pada peristiwa lain beliau sedang sujud dalam shalat dan kaum kuffar
Mekkah meletakkan usus-usus dan lambung onta pada punggungnya. Beliau tak dapat
bergerak atau bangkit sampai beban itu dilepaskan. Pada peristiwa lain lagi
beliau sedang berjalan-jalan di jalan raya dan serombongan anak-anak nakal
mengikuti beliau. Mereka tak henti-hentinya memukul-mukul kuduk beliau dan
mengatakan kepada hadirin bahwa, inilah orang yang mendakwakan diri menjadi
nabi. Demikian kebencian dan permusuhan terhadap beliau terus berlaku dan
demikianlah keadaan beliau yang tidak berdaya.
11.21. Rumah Rasulullah saw.
dilempari batu dari rumah-rumah sekitarnya. Kotoran dan sisa-sisa binatang
sembelihan dilemparkan orang ke dapur beliau. Pada beberapa peristiwa debu
dilemparkan kepada beliau di waktu sembahyang, sehingga beliau harus
mengundurkan diri ke tempat yang aman untuk sembahyang sehari-hari.
Tetapi kekejaman-kekejaman itu, yang dilancarkan terhadap golongan
lemah dan tak berdosa dan pemimpinnya yang setia dan baik hati tetapi tidak
berdaya itu, tidak sia-sia. Orang-orang berfikiran sehat menyaksikan hal itu
semua dan tertarik kepada Islam. Rasulullah saw. pada sekali peristiwa sedang
beristirahat di Safa, suatu bukit dekat Ka’bah. Seorang pemimpin Mekkah, Abu
Jahal, musuh terbesar dari Rasulullah saw. lalu di situ dan mulai melemparkan
makian busuk kepada beliau. Rasulullah saw. tak berkata-kata apa-apa dan
pulang. Seorang budak perempuan dari rumah tangganya menyaksikan kejadian yang
menyedihkan itu.
Hamzah, paman Rasulullah, seorang gagah yang ditakuti dan disegani
oleh orang-orang sekota, baru datang, pulang dari berburu di hutan dan masuk ke
rumah dengan megah. Sedang busur panahnya bergantung pada pundaknya. Budak
wanita itu tak lupa akan peristiwa tadi pagi. Ia merasa kecewa melihat Hamzah
pulang itu. Ia menyesali dengan mengatakan, bahwa Hamzah boleh memandang
dirinya gagah dan pergi bersenjata. Tetapi tidak tahu, apa yang telah diperbuat
Abu Jahal terhadap kemenakannya yang tak berdosa tadi pagi.
Walaupun belum beriman, Hamzah bertabiat ksatria. Ia telah
terpengaruh oleh ajaran Rasulullah saw., tetapi belum begitu jauh untuk
mengikutinya terang-terangan. Ketika didengarnya serangan Abu Jahal yang keji
itu, ia tidak dapat menguasai dirinya lagi. Keragu-raguannya mengenai ajaran
itu lenyap. Ia merasa, bahwa ia sampai saat itu terlalu lalai mengenai urusan
itu. Ia langsung pergi ke Ka’bah di mana para pemimpin Mekkah biasa berkumpul
dan berunding. Diambilnya busurnya dan dipukulnya Abu Jahal dengan kerasnya.
“Pandanglah aku mulai dari saat ini pengikut Muhammad”, katanya. “Kamu berani
memaki-makinya, karena ia tak mau menyahut. Jika kamu gagah dan berani, mari
kita berkelahi”. Abu Jahal membisu dan tercengang. Sahabat-sahabatnya bangkit
untuk menolong, tetapi karena takut kepada Hamzah dan sukunya, Abu Jahal
mencegahnya dengan perhitungan, bahwa perkelahian terbuka akan selalu
merugikan. “Memang saya dalam kejadian tadi pagi bersalah”, katanya (Hisyam dan Tabari).
11.22. Aniaya makin keras dan tak terperikan.
Beberapa orang Muslim telah meninggalkan Mekkah. Mereka yang tinggal di Mekkah
menderita lebih lagi dari masa-masa sebelumnya. Walaupun demikian mereka tidak
menyimpang sedikit pun dari jalan yang mereka telah pilih. Hatinya makin
membaja, imannya kokoh dan kuat. Pembaktiannya kepada Tuhan Yang Tunggal makin
meningkat seperti juga kebenciannya kepada berhala-berhala Mekkah. Permusuhan
telah makin menjadi-jadi. Kaum Mekkah mengadakan musyawarah-musyawarah secara
besar-besaran. Pada rapat itu diputuskan untuk mengadakan pemboikotan
menyeluruh terhadap orang-orang Muslim. Kaum Mekkah harus memutuskan semua
perhubungan dengan mereka, tidak akan membeli dari mereka dan tidak akan
menjual apa-apa kepada mereka.
Rasulullah saw, keluarganya dan sanak saudaranya yang bukan Muslim
tetapi memihak mereka, terpaksa mencari perlindungan di tempat yang terpencil,
milik Abu Thalib. Tanpa uang, tanpa alat dan perkakas dan tanpa persediaan,
keluarga Rasulullah saw. dan kaum kerabatnya sangat menderita dalam blokade
pengurungan itu. Tiga tahun lamanya tidak dapat mengendor dan melonggar blokade
itu. Akhirnya lima
orang yang berperikemanusiaan membangkang dan menantang peraturan boikot itu.
Mereka itu menjumpai sanaksaudaranya yang ikut terkurung, menawarkan
penghapusan boikot itu dan mengajak mereka keluar dari kurungan. Abu Thalib
keluar dan menyesali kaumnya.
Pelanggaran blokade lima
orang itu kemudian diketahui di seluruh Mekkah, tetapi rasa perikemanusiaan pun
tergerak pula dan kaum Mekkah mengambil keputusan untuk membatalkan dan
menghapuskan pemboikotan itu. Boikot lewat tapi tidak akibatnya. Dalam beberapa
hari istri Rasulullah, Khadijah r.a. wafat dan sebulan kemudian paman
Rasulullah, Abu Thalib.
11.23. Nampaknya di Mekkah,
tak ada lagi orang yang mau mendengarkan kepada beliau, dan hal ini membuat
beliau bersedih hati. Beliau merasa bahwa usaha beliau telah terhenti. Maka
beliau memutuskan untuk pergi bertabligh keluar. Untuk itu dipilihnya Ta’if, kota kecil kira-kira enam
puluh mil di tenggara Mekkah yang termashur oleh buah-buahan dan pertaniannya.
Putusan Rasulullah saw. berdasarkan pertimbangan tarikh nabi-nabi semuanya.
Nabi Musa a.s. kadang-kadang menjumpai Firaun, kadang-kadang Bani Israil dan
kadang-kadang kaum Median. Nabi Isa a.s. kadang-kadang ke Galilia,
kadang-kadang ke tempat-tempat di seberang sungai Yordan dan kadang-kadang ke
Yerussalam. Maka ketika Rasulullah saw. melihat, bahwa kaum Mekkah mau berbuat
aniaya, dan tidak mau mendengar, beliau pergi ke Ta’if. Dalam kepercayaan dan
perbuatan syirik orang-orang Ta’if tidak ketinggalan oleh kaum Mekkah.
Berhala-berhala yang terdapat di Ka’bah tidak merupakan satu-satunya, pula
tidak berarti, bahwa tidak terdapat berhala-berhala penting di lain tempat di Arabia . Salah satu berhala terpenting, Al-Lata, terdapat
patungnya di Ta’if, maka oleh karena itu Ta’if merupakan pusat ziarah juga.
Penduduk Ta’if bertalian dengan penduduk Mekkah dengan perhubungan
darah, dan beberapa ladang hijau antara Ta’if dan Mekkah dimiliki oleh
orang-orang Mekkah. Ketika datang di Ta’if, Rasulullah saw. telah mengunjungi
para pemimpin, tetapi tidak ada seorang pun yang bersedia menerima amanat itu. Dan
rakyat biasa semuanya mengikuti para pemimpinnya dan menolak pelajaran itu
dengan penghinaan.
Hal itu sudah tidak asing lagi. Kaum yang tenggelam dalam urusan
duniawi senantiasa memandang ajaran demikian sebagai suatu gangguan, bahkan
sebagai serangan. Karena ajaran itu tidak disertai dengan kekuatan yang nampak
– seperti banyaknya jumlah atau persenjataan mereka juga layak menolaknya
dengan penghinaan. Rasulullah saw. pun tidak merupakan pengecualian. Berita
kedatangannya telah sampai di Ta’if dan sekarang beliau datang ke situ tanpa
senjata dan tanpa pengikut atau pengawal, seorang diri, hanya ditemani oleh
Zaid. Rakyat kota
memandang beliau sebagai pengacau-pengacau yang harus dihentikan kegiatannya,
walau hanya untuk menyenangkan hati para pemimpin mereka.
11.24.
Orang-orang gelandangan dan anak-anak nakal mereka lepaskan agar supaya mereka
melempari beliau dengan batu dan mengusir beliau ke luar kota . Zaid luka-luka dan Rasulullah saw.
banyak mengeluarkan darah, tetapi pengejaran diteruskan sampai dua pelarian
tanpa daya itu telah berada beberapa mil di luar Ta’if. Rasulullah saw. sangat
bersedih hati dan cemas, ketika seorang malaikat turun ke hadapan beliau dan
bertanya, apa beliau kehendaki agar penganiaya-penganiaya dibinasakan.
“Jangan”, jawab Rasulullah saw. “Saya sangat mengharapkan, bahwa justru dari
penganiaya-penganiaya itu akan dilahirkan mereka, yang beribadah hanya kepada
Tuhan Yang Maha Esa Yang benar”(Bukhari
kitab Bad’al-Khalaq).
11.25. Letih dan cemas beliau
berhenti di kebun anggur milik dua orang Mekkah yang kebetulan ada di situ.
Mereka pun tergolong penyerang kaum muslimin di Mekkah, tapi pada peristiwa itu
tergerak hatinya. Apakah hal itu disebabkan seorang Mekkah diperlakukan buruk
oleh orang-orang Ta’if, atau disebabkan tiba-tiba menyalanya bara kebaikan
manusia di dalam hatinya? Mereka itu memberikan sekeranjang anggur, diantarkan
oleh seorang budak Kristen, bernama Addas dan berasal dari Ninewe.
Addas menyampaikan keranjang penuh anggur itu kepada Rasulullah saw.
dan kawannya. Ia melihat dengan keheranan kepada dua orang itu. Ia makin
tertarik lagi perhatiannya, ketika ia mendengar Rasulullah saw. bersabda:
“Dengan nama Allah, Pengasih dan Penyayang”. Dasar Kristennya tergerak dan
dirasakannya seolah-olah ia ada di hadapan seorang Nabi Bani Israil. Rasulullah
saw. menanyakan dari mana ia berasal, dan ia menjawab: “Dari Ninewe”, yang
disambut oleh Rasulullah saw.: “Yunus putra Amittai, yang berasal dari Ninewe
pula, adalah orang suci, seorang nabi seperti aku”. Rasulullah saw.
menyampaikan talighnya. Addas sangat tertarik dan segera beriman. Dirangkulnya
Rasulullah saw. dengan air mata berlinang-linang dan diciumi kepala, tangan dan
kaki beliau. Sesudah selesai pertemuan, Rasulullah saw. menghadapkan do’anya
kepada Allah swt. Sabdanya:
11.26. “Ya Allah, hamba tujukan do’aku kepada Engkau,
hamba ini sangat lemah, kaumku memandang rendah dan hina kepadaku. Engkau
adalah Tuhanku. Kepada siapa lagi Engkau akan melepaskan hamba; kepada
orang-orang asing yang mengusirku, atau kepada musuh yang menganiaya hamba di
kotaku sendiri?”
“Jika Engkau tidak murka kepada hamba, hamba tak akan menghiraukan
mereka, musuh-musuhku itu. Semoga ridha-Mu beserta hamba ini, hamba berlindung
di dalam Nur wajah-Mu. Engkau-lah yang dapat mengusir kegelapan dari muka bumi
ini dan menganugerahkannya dengan keamanan, ketenteraman dan kedamaian di sini
dan di akhirat. Janganlah murka dan kutuk Engkau turun kepada hamba-Mu ini.
Engkau tak pernah murka kecuali untuk segera ridha sesudahnya. Dan tidak ada
kekuasaan dan perlindungan kecuali beserta Engkau”.
11.27. Perjalanan Rasulullah
saw. ke Ta’if membangkitkan kekaguman dari musuh-musuh Islam. Sir William Muir
dalam biografi Rasulullah saw. menulis :
“Ada
suatu kekaguman dan kepahlawanan ksatria dalam perjalanannya ke Ta’if seorang
diri, dihina dan ditolak oleh kaumnya sendiri, pergi dengan gagah tanpa
ragu-ragu dengan nama Tuhan, seperti Yunus ke Ninewe dan menyuruh suatu kota musyrik untuk
bertaubat dan menerima ajarannya. Hal ini menunjukkan dengan sejelas-jelasnya
betapa teguh keimanan beliau bersumber kepada wahyu Allah” (Life of Muhammad, by Sir W.Muir, 1923).
11.28. Kaum kuffar tidak diam
untuk meneruskan maksud mereka untuk menghancurkan Islam. Pada tahun keempat
sesudah hidjrah, dua suku Arab, suku Adl dan Qara, mengirimkan delegasi kepada
Rasulullah saw. untuk mengatakan bahwa orang-orang mereka cenderung kepada
Islam. Mereka memajukan permintaan kepada Rasulullah saw. untuk mengirimkan
kepada mereka beberapa Muslim yang mahir dalam pelajaran Islam untuk hidup di
antara mereka dan mengajar mereka Agama Baru itu.
Sesungguhnya hal itu tipu muslihat yang dilancarkan oleh Banu
Lihiyan, musuh besar Islam. Mereka mengirim delegasi itu kepada Rasulullah saw.
dengan menjanjikan upah yang besar. Rasulullah saw menerima permintaan itu
tanpa curiga dan mengirimkan sepuluh muslim untuk mengajar suku-suku itu
dasar-dasar dan pokok-pokok Islam. Ketika rombongan itu tiba di daerah Banu
Lihiyan, pengawalnya menyampaikan berita itu kepada orang-orang sesukunya dan meminta
untuk menangkap dan membunuh mereka itu.
Atas anjuran keji itu, dua ratus orang bersenjata dari Banu Lihiyan
berangkat mengejar rombongan muslimin itu dan akhirnya dapat menyusulnya di
tempat bernama Raji. Suatu pertempuran terjadi antara sepuluh orang muslim dan
dua ratus musuh. Orang-orang muslim itu penuh dengan keimanan, musuh tak
berpegangan apa-apa. Sepuluh orang Muslim itu memanjat suatu bukit, siap
menghadapi dua ratus musuh itu. Musuh mencoba menangkap orang-orang Muslim itu
dengan tipuan yang kotor. Mereka itu menawarkan keselamatan, asal mereka mau
turun. Tetapi kepala rombongan itu menjawab, telah cukup melihat janji
orang-orang kuffar. Sambil berkata demikian mereka menyerahkan diri kepada
Allah dan mendo’a. Tuhan mengetahui benar akan keadaan mereka. Apakah tidak
layak bahwa Tuhan memberitahukan hal itu kepada Rasulullah saw.? Ketika
orang-orang kuffar itu melihat, bahwa rombongan muslim yang kecil itu tak dapat
ditipu, mereka itu melancarkan serangannya.
Rombongan itu berkelahi tanpa maksud menyerah. Tujuh orang muslim
telah gugur. Kepada tiga orang sisanya itu mereka tawarkan lagi keselamatan
dengan syarat mau turun dari puncak bukit itu. Tiga orang itu mempercayainya
dan menyerah. Segera sesudah menyerahkan diri, mereka diikat erat-erat. Seorang
di antara mereka berkata: “Inilah pelanggaran pertama dari janjimu. Hanya Tuhan
yang mengetahui apa yang akan kamu perbuat berikutnya”. Dengan demikian ia
menolak untuk berangkat. Kaum kuffar mulai menganiaya korbannya dan
menghelanya. Tetapi mereka begitu terpengaruh oleh perlawanan tekad bulatnya
orang satu itu, sehingga mereka membunuhnya di tempat itu juga. Dua orang
lainnya itu dibawanya dan kemudian dijual sebagai budak kepada kaum Quraisy
Mekkah. Seorang di antaranya bernama Khubaib, yang lainnya Zaid. Pembeli
Khubaib itu akan membunuhnya sebagai pembalasan atas ayahnya yang terbunuh di
Badar. Pada suatu hari Khubaib meminjam pisau cukur untuk membersihkan mukanya.
Khubaib sedang memegang pisau cukur itu, ketika seorang anak dari keluarga itu
mendekatinya karena ingin tahu.
Khubaib mengangkat anak itu dan memangkunya. Ibu anak itu melihat
peristiwa itu dan sangat terkejut. Pikirannya penuh dengan perasaan jahat dan
kejam dan sekarang orang yang beberapa hari lagi akan mereka bunuh itu memegang
pisau cukur sangat dekat pada mereka. Khubaib melihat rasa takut dan khawatir
itu pada wajah wanita itu, lalu berkata :
“Nyonya menyangka, bahwa aku akan membunuh anakmu. Jangan
sekali-kali menyangka demikian sejenak pun. Aku sama sekali tak mungkin berbuat
demikian hina. Orang-orang muslim tidak akan berbuat curang”.
11.29. Wanita itu sangat
terpengaruh oleh sikap setia dan jujur dan kelakuan Khubaib itu. Ia senantiasa
ingat hal ini kemudian dan ia sering berkata tak pernah melihat seorang tawanan
seperti Khubaib. Akhirnya Khubaib dibawa oleh orang-orang Mekkah itu ke
lapangan terbuka untuk merayakan pembunuhannya di muka umum.
11.30. Ketika saat yang telah
ditetapkan tiba, Khubaib minta izin untuk sembahyang dua rakaat. Orang Quraisy
itu mengabulkannya dan Khubaib melakukan sembahyangnya kepada Tuhan di muka
umum. Ketika ia selesai sembahyang, ia mengatakan masih ingin meneruskannya,
tetapi tak mau berbuat demikian, khawatir jangan-jangan mereka akan menyangka,
bahwa ia takut mati. Maka dengan tenang ditundukkannya lehernya ke hadapan
algojonya sambil berbuat demikian ia mendengungkan sajak :
11.31. “Karena
aku mati sebagai seorang muslim,
tak kuhiraukan badanku yang tak berkepala
akan jatuh ke kanan atau ke kiri.
Apakah gunanya? Kematianku ada di jalan Allah;
Jika Dia menghendaki, Dia dapat memberkati tiap-tiap bagian
dari badanku yang tak beranggota lagi” (Bukhari).
Baru saja Khubaib menyudahi sajaknya itu, pedang algojo itu mengenai
lehernya dan kepalanya jatuh kearah lain. Di antara mereka yang telah berkumpul
untuk merayakan pembunuhan umum itu ikut hadir juga seorang bernama Sa’id bin
Amir, yang kemudian masuk Islam. Dikatakan, bahwa bila pun pembunuhan Khubaib
diceritakan di muka Sa’id, ia jatuh pingsan (Hisyam).
11.32. Tawanan yang kedua
yang bernama Zaid telah dibawa keluar untuk dibunuh. Di antara penontonnya
terdapat juga Abu Sufyan, pemimpin Mekkah. Abu Sufyan menengok ke Zaid dan
bertanya: “Apakah kamu tidak lebih menyukai Muhammad ada di tempatmu sekarang?
Apakah kamu tidak lebih menghendaki dirimu sendiri aman sentausa di rumah,
Muhammad ada disini di tangan kami?”. Zaid menjawab dengan gagah: “Apa, Abu
Sufyan? Apa yang kau katakan? Demi Allah aku lebih suka mati dari pada
Rasulullah tertusuk duri di lorong Medinah”.
Abu Sufyan tak dapat tidak, terpengaruh oleh kesetiaan yang
demikian. Zaid dipandangnya dengan heran dan Abu Sufyan menyatakan tanpa
ragu-ragu, tetapi dengan suara tertahan: “Demi Allah, aku belum pernah melihat
seorang mencintai orang lain seperti sahabat-sahabat Muhammad mencintai
Muhammad”(Hisyam bagian ke 2).
11.33. Pada kira-kira waktu
yang bersamaan, beberapa orang Najd juga
menjumpai Rasulullah saw. untuk minta orang-orang Muslim untuk mengajarkan
Islam kepada mereka. Rasulullah saw. tidak percaya kepada mereka. Tetapi Abu
Bara’, pemimpin suku ‘Amir kebetulan ada di Medinah. Ia menawarkan diri menjadi
penanggung jawab suku itu dan meyakinkan Rasulullah saw. bahwa mereka itu tidak
akan melakukan kejahatan. Rasulullah memilih tujuh puluh hafiz Qur’an.
Ketika rombongan itu mencapai Bi’r Mauna, seorang bernama Haram bin
Malhan pergi kepada pemimpin suku Amir (kemenakan Bara’) untuk menyampaikan
tabligh Islam. Pada lahirnya Haram diterima baik oleh anggota-anggota suku itu.
Tetapi ketika ia sedang menunjukkan pembicaraannya kepada pemimpin suku,
seorang laki-laki menyelinap ke belakang dan menyerang Haram dengan tombak.
Haram syahid di tempat itu juga. Ketika tombak itu menembus leher Haram,
kedengaran ia berseru: “Allahu Akbar. Tuhannya Ka’bah menjadi saksi, aku telah
mencapai tujuanku” (Bukhari).
11.34. Setelah membunuh Haram
secara kejam dan keji itu, pemimpin-pemimpin suku menghasut agar sukunya
menyerang sisa dari guru-guru Muslim itu. “Tetapi”, kata anggota-anggota suku
itu, “ketua kami, Abu Bara’, telah menanggung keamanan, kita tidak menyerang
rombongan itu”. Lantas para pemimpin suku dengan bantuan dua suku yang telah
pergi kepada Rasulullah saw. untuk meminta guru-guru Muslim dan beberapa suku
lainnya menyerang rombongan Muslim itu. Seruan sederhana “Kami datang untuk
tabligh dan mengajar bukan untuk bertempur”, tak mendapat perhatian.
Mereka mulai membunuh rombongan itu. Semuanya, kecuali tiga orang,
mati terbunuh. Seorang dari yang selamat itu orang cacat dan telah mendaki
suatu bukit sebelum perkelahian dimulai. Dua lainnya telah pergi ke hutan untuk
memberi onta mereka makanan. Sepulang dari hutan mereka jumpai enam puluh enam
kawannya telah syahid di medan
pertempuran. Dua orang itu berunding. Seorang di antara mereka berkata: “Kita
harus segera melaporkan peristiwa ini kepada Rasulullah saw.”.
11.35. Tetapi yang kedua berkata: “Aku tak dapat
meninggalkan tempat ini, dimana pemimpin rombongan kita, yang ditunjuk oleh
Rasulullah saw. sebagai pemimpin kita telah mati terbunuh”. Dengan berkata
begitu ia bangkit dan menyerbu kepada kaum kuffar seorang diri dan gugur. Orang
lainnya tertawan, tetapi kemudian dibebaskan sesuai dengan sumpah yang telah
dikatakan oleh kepala suku itu. Dalam rombongan yang syahid itu termasuk juga
Amar bin Fuhaira, orang merdeka, bekas budak Abu Bakar. Pembunuhnya bernama
Jabbar, mengatakan, bahwa bai’atnya itu disebabkan oleh pembunuhan orang-orang
muslim besar-besaran itu.
11.36. “Ketika aku membunuh Amar”, kata Jabbar,
“Kudengar ia berkata: “Demi Allah aku telah mencapai tujuanku”. Kutanya Amir
mengapa seorang Muslim mengatakan semacam itu jika ia menemui ajalnya. Amir
menerangkan, bahwa orang-orang Muslim memandang mati di jalan Allah sebagai
rahmat dan kemenangan. Jabbar begitu terpengaruh oleh jawaban itu, sehingga ia
mulai mempelajari Islam secara teratur dan akhirnya masuk Islam (Hisyam dan Usul-al-Ghaba).
11.37. Berita mengenai dua peristiwa menyedihkan itu,
dimana kira-kira delapan puluh Muslim menemui ajalnya sebagai akibat tipu
muslihat yang jahat, tiba di Medinah bersama-sama. Mereka itu bukan orang-orang
biasa yang menjadi korban pembunuhan. Mereka itu pembawa ajaran Al-Qur’an.
Mereka itu tak melakukan kejahatan dan tidak menyakiti siapapun. Mereka itu
pernah ikut serta dalam pertempuran. Mereka telah dipancing ke tangan musuh dengan
dusta dan tipu muslihat, atas nama Tuhan dan agama.