Custom Search

Kamis, 25 Juli 2013

Muhammad (SAW): Penyeru Perdamaian Global

Melihat kedamaian dan keamanan dunia terancam oleh arogansi manusia dan sifat tamak serta rakus akan khazanah materiil semata, maka Allah telah mengirimkan utusan-Nya, sang Khatamun an-Nabiyyin (saw) untuk memberikan khabar suka dan peringatan kepada umat manusia bahwa tujuan hidup manusia adalah hanya untuk mengabdi kepada-Nya. Sosok beliau (saw) sebagai rahmatan lil ‘âlamîn (rahmat bagi semesta alam) telah memberikan teladan sempurna bagaimana seharusnya umat manusia dapat bersatu untuk bersama-sama menyembah kepada Tuhan Yang Esa, serta mewujudkan kedamaian secara global.


Sebagai pribadi yang telah dijanjikan kedatangannya oleh Allah Ta’ala sebagai wujud yang akan membawa perdamaian dan keamanan di dunia, maka teladan beliau (saw) sendiri sebagai buktinya bahwa beliau (saw) memang layak menyandang predikat tersebut. Misi yang beliau (saw) emban dari Allah Ta’ala sebagai rahmatan lil ‘âlamîn, beliau (saw) implementasikan secara sempurna dengan menyebarkan ajaran yang beliau (saw) bawa dengan cara-cara yang damai. Di dalam al-Quran, Allah Ta’ala berfirman :

Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(an-Nahl [16]:125)

Di dalam ayat ini Allah Ta’ala telah memberikan petunjuk bahwa dakwah harus dilakukan dengan mengedepankan cara-cara yang damai dan bijaksana. Dan hal ini telah  menjadi spirit bagi dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah (saw) dan para sahabat (ra). Selama 13 tahun beliau (saw) berdakwah di Mekkah menjadi bukti nyata bahwa Islam tidak pernah dipaksakan kepada siapapun. Karena tugas beliau (saw) hanyalah sebagai penyampai amanat Ilahi saja. Hal ini sangat kontradiktif dengan tuduhan-tuduhan yang dilancarkan oleh para orientalis barat yang menuduh Islam disebarkan dengan cara paksaan dan kekerasan. Periode dakwah Islam di Mekkah menunjukkan bahwa umat Islam lah yang justru menjadi korban kezaliman dan aniaya dari orang-orang Quraisy Mekkah.

Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad dalam bukunya Life Of The Holy Prophet Muhammad menyebutkan bahwa Islam adalah tantangan bagi orang-orang kufar Mekkah, dan mereka  menerima tantangan itu, sebagaimana musuh nabi-nabi senantiasa menerima tantangan nabi-nabi mereka. Mereka memutuskan untuk menghunus pedang dan menghancurkan, daripada menghadapi alasan dengan alasan, bahkan mereka berupaya menghancurkan ajaran yang dianggapnya berbahaya itu dengan kekerasan. Sehingga dalam beberapa riwayat disebutkan begitu sadis dan kejamnya mereka menganiaya Rasulullah (saw) dan para pengikutnya. Wanita-wanita dibunuh secara biadab. Laki-laki disembelih. Budak-budak belian yang telah menyatakan iman kepada Rasulullah s.a.w. dihela di atas pasir dan bebatuan yang panas membara. Kulit mereka menjadi keras seperti kulit binatang. Sebagai contohnya bagaimana penderitaan Bilal (ra) dalam menghadapi kekejaman orang-orang kufar Quraisy. Bilal dibaringkan di atas pasir yang panas membara, ditimbuni batu dan anak-anak disuruh menari-nari di atas dadanya, dan majikannya, Umayya bin Khaif, menganiayanya sedemikian rupa dan kemudian menyuruhnya menanggalkan kepercayaan kepada Allah dan Rasulullah untuk memuja berhala-berhala Mekkah, Lat dan Uzza. Bilal hanya mengatakan, “Ahad, Ahad” (Tuhan itu Tunggal). Meluap-luap di dalam kemarahan, Umayya menyerahkan Bilal kepada anak-anak jalanan, menyuruh mereka mengikat tali pada lehernya dan menghela dia melalui kota di atas batu-batu tajam. Badan Bilal berlumur darah tetapi terus menggumamkan kata Ahad, Ahad.

Walaupun demikian kerasnya penentangan yang dihadapi oleh Rasululah (saw) akan tetapi beliau (saw) tetap mengajarkan kepada para pengikutnya untuk berbuat kebaikan walaupun kepahitan karena penganiayaan terus-menerus diterimanya. Beliau (saw) tidak pernah mengajarkan untuk membalas semua keaniayaan mereka dengan hal yang serupa. Beliau (saw) tetap saja menyerukan untuk berbuat baik  kepada siapa saja termasuk kepada tetangga sendiri walaupun mereka membalasnya dengan tindakan keji dan aniaya. Rasulullah (saw) bersabda : Hak tetangga ialah bila dia sakit kamu kunjungi dan bila wafat kamu menghantar jenazahnya. Bila dia membutuhkan uang kamu pinjami dan bila dia mengalami kemiskinan (kesukaran) kamu tutup-tutupi (rahasiakan). Bila dia memperoleh kebaikan kamu mengucapkan selamat kepadanya dan bila dia mengalami musibah kamu datangi untuk menyampaikan rasa duka. Janganlah meninggikan bangunan rumahmu melebihi bangunan rumahnya yang dapat menutup kelancaran angin baginya dan jangan kamu mengganggunya dengan bau periuk masakan kecuali kamu menciduk sebagian untuk diberikan kepadanya. (HR. Ath-Thabrani)

Kezaliman dan kekejaman yang ditimpakan kepada para pengikutnya pun dialami sendiri oleh beliau (saw). Pada suatu waktu beliau sedang sembahyang. Serombongan kaum kufar melilitkan sehelai jubah kepada leher beliau dan menghela beliau, tampak mata beliau pun akan keluar dari kelopaknya. Abu Bakar kebetulan ada dan menyelamatkan beliau sambil berkata, “Kamu mencoba mau membunuhnya karena ia mengatakan bahwa Tuhan itu sembahannya?” Pada peristiwa lain beliau sedang shalat, ketika bersujud mereka meletakkan di atas punggung beliau jeroan-jeroan unta. Beliau tak dapat bergerak apalagi bangkit sebelum beban itu dilepaskan. Di kesempatan lainnya lagi beliau sedang berjalan di jalan raya dan serombongan anak-anak jalanan mengikuti beliau. Mereka tak henti-hentinya memukuli kuduk beliau dan mengatakan kepada khalayak ramai, “Inilah orang yang mengaku nabi.” Demikianlah kebencian dan permusuhan terhadap beliau terus berlaku dan beliau dengan penuh ketawakalan serta kesabaran menerimanya.

Penentangan demi penentangan yang beliau (saw) alami tidak menyurutkan semangat beliau untuk merubah kondisi umat yang jahiliyyah menjadi orang-orang yang mengenal Tuhannya. Dakwah mengenai ketauhidan Tuhan terus menerus beliau sampaikan dengan cara-cara yang damai, bijaksana dan memperhatikan nilai-nilai humanis. Begitu luhur dan tingginya ajaran yang beliau (saw) sampaikan kepada para pengikutnya untuk bisa menghargai nilai-nilai kemanusiaan. Sebagai contohnya beliau (saw) selalu menekankan untuk memperhatikan kaum yang lemah, sebagaimana sabdanya : Tiadalah kamu mendapat pertolongan (bantuan) dan rezeki kecuali karena orang-orang yang lemah dari kalanganmu. (HR. Bukhari). Beliau (saw) juga bersabda : Pertolonganmu terhadap orang lemah adalah sedekah yang paling utama. (HR. Ibnu Abi Ad-Dunia dan Asysyihaab).

Sehingga pantaslah apabila Allah Ta’ala sendiri menganugerahkan kedudukan yang sangat mulia kepada Rasulullah (saw) di sisi-Nya karena jasa-jasa beliau (saw) menyelamatkan umat manusia dari segala bentuk  kekufuran. Penghargaan itu begitu tingginya sehingga di dalam al-Quran Allah Ta’ala berfirman :

Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (al-Ahzab [33]:56).

Oleh karena itu menjadi kewajiban umat Islam untuk banyak bershalawat kepada Rasulullah (saw) sebab Allah Ta’ala sendiri dan para malaikat-Nya pun tidak pernah berhenti bershalawat kepada beliau (saw). Karena sebenarnya, shalawat yang disampaikan kepada Rasulullah (saw) akan kembali kepada mereka yang menyampaikannya. Analoginya adalah seperti sinar yang dipancarkan ke cermin maka sinar itu akan memantul kembali dengan sendirinya. Demikian pula dengan shalawat kepada Rasulullah (saw) adalah untuk kemanfaatan umat Islam itu sendiri. Sebab Rasulullah (saw) telah mendapat jaminan dari Allah Ta’ala akan diberikan berkat dan rahmat yang tak pernah terputus dan itulah makna dari Allah Ta’ala dan para malaikat-Nya bershalawat kepada Rasulullah (saw). Di dalam sebuah riwayat, Rasulullah (saw) bersabda :  Tiada seorangpun yang member salam (shalawat) kepadaku, melainkan Allah mengembalikan ruhku, sehingga saya dapat menjawab salam dari orang itu. (Imam abu Dawud dengan isnad shahih). Dengan demikian semua shalawat yang disampaikan kepada beliau (saw) akan kembali kepada diri orang yang menyampaikannya masing-masing.

Akan tetapi yang harus diperhatikan adalah kualitas dari shalawat itu sendiri. Hendaknya shalawat yang disampaikan kepada Rasulullah (saw) adalah shalawat yang memiliki kualitas sempurna sehingga berkat dari shalawat juga bisa diraih. Sebagaiman sabda Rasulullah (saw) : Barangsiapa yang membaca shalawat kepadaku sekali, maka Allah akan memberikan rahmat kepadanya sepuluh kali dengan sebab sekali shalawat itu. (HR. Muslim). Oleh sebab itu berkat shalawat akan dapat dicapai bila mulut bershalawat, hati juga bershalawat dan amal perbuatan pun ikut bershalawat. Maksudnya adalah jangan sampai mulut terus bershalawat akan tetapi amal perbuatan menunjukkan akhlak dan sikap yang sangat jauh dari ajaran suci Rasulullah (saw).  Rasulullah (saw) selalu mengajarkan untuk mencintai, menyayangi dan mengasihi satu sama lain, akan tetapi masih banyak ditemui diantara umat Rasulullah (saw) yang notabene sama-sama bershalawat kepada rasulullah (saw) saling bertikai satu sama lain. Hal ini adalah pemandangan yang paradoks karena bagaimana mungkin shalawat yang terus dibaca akan menghasilkan kedengkian, rasa dendam, dan tindakan kekerasan diantara umat beliau (saw). Hal ini sungguh merupakan kejadian yang sangat ironis. Bagaimana mungkin rasulullah (saw) akan memberikan syafaat kepada orang-orang diantara umat beliau (saw) yang selalu menebarkan benih-benih permusuhan dan kebencian sedangkan beliau (saw) sendiri adalah sosok yang rahmatan lil ‘âlamîn yakni sosok penyeru kedamaian dan keamanan secara global.

Justru sebenarnya, shalawat adalah kata kunci terwujudnya perdamaian dan persatuan diantara umat beliau (saw) apabila umatnya memperhatikan esensi dari shalawat itu sendiri. Seharusnya shalawat yang terus disampaikan oleh umat beliau (saw) akan melahirkan sikap saling manyayangi dan mengasihi sehingga persatuan diantara umat beliau (saw) akan dapat terwujud. Shalawat kepada Rasulullah (saw) adalah bukti kecintaan umat Islam kepada Rasulullah (saw) akan tetapi hal itu juga harus dibarengi dengan semangat untuk meneladani seluruh contoh dan sunnah beliau (saw) secara komprehensif. Shalawat dengan implementasi amal yang sempurna akan dapat menyumbangkan kontribusi terbaik demi terwujudnya perdamaian secara global.

Love for All, Hatred for None

Idris Prasetyo

Sumber