Custom Search

Senin, 22 Juli 2013

Para Nabi dan Pengikutnya Selalu Dimusihi Manusia

Benarkah Setiap Nabi yang turun membawa Kabar Suka akan berjalan mulus tidak ada hambatan yang berarti..? apakah setiap Nabi yang turun itu langsung di terima oleh Umat manusia..?? Apakah ketika Nabi Muhammad SAW turun mendakwakan diri beliau langsung disambut hangat dan diterima sebagai nabi..??


           
 Dalam Al-Qur’an Suci surah Ibrahim ayat 8-14 Allah Swt. berfirman :


11.1.    “Dan ingatlah ketika Tuhanmu memberitahukan: Jika kamu tahu bersyukur maka sesungguhnya Aku akan menambah nikmat-nikmat padamu, tetapi jika kamu akan ingkar, maka ketahuilah bahwa azab-Ku itu adalah maha hebat”.

11.2.    “Dan berkata Musa: Jika kamu tidak akan percaya, bahkan segenap penghuni dunia ini akan mengingkarinya, maka hal ini tidak akan merugikan Alah, karena sesungguhnya Allah Maha Kaya dan Maha Terpuji.

11.3.    “Apakah tidak datang kepadamu berita-berita mengenai orang-orang sebelum kamu, yaitu mengenai kaum Nuh, mengenai suku-suku bangsa Ad dan Samud dan juga mengenai bangsa-bangsa kemudian mereka? Tidak ada seorang pun mengetahui kejadian-kejadian yang menimpa mereka itu kecuali Allah. Rasul-rasul Allah datang kepada mereka dengan membawa tanda-tanda yang meyakinkan, tetapi ketika Rasul-rasul itu datang, mereka menaruh tangannya di mulutnya (maksudnya: mereka heran dan benci atas seruan rasul-rasul itu) dan kemudian berkata: Sesungguhnya kami ingkar terhadap apa-apa yang kamu bawa, kami curiga dan kami ragu atas ajaran-ajaran yang kamu serukan itu.

11.4.    “Rasul-rasul itu berkata: Patutkah kamu ragu terhadap Allah yang menciptakan alam semesta dan bumi? DIA memanggil kamu supaya diampuni dosa-dosamu dan menangguhkan azab-azab yang akan ditimpakan padamu hingga batas waktu yang ditentukan. Kaumnya menjawab: Kamu adalah orang-orang biasa seperti kami juga. Kamu mengharapkan supaya menghalangi kami untuk menyembah dari apa-apa yang disembah oleh bapak dan datuk leluhur kami (menyembah pada tradisi, adat istiadat, hawa nafsu dan kegemaran dunia). Bawalah keterangan-keterangan yang meyakinkan.

11.5.    “Rasul-rasul itu menjawab: Tiada kami melainkan manusia-manusia seperti kamu, tetapi Allah mengaruniakan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya. Dan tiada kami dapat memajukan keterangan-keterangan yang meyakinkan kecuali dengan izin Allah, dan kepada Allah-lah orang-orang mukmin bertawakkal.

11.6.    “Dan mengapakah kami tidak bertawakkal kepada Allah, sedang Dia telah memberi petunjuk kepada kami, sesungguhnya kami akan bersabar atas caci makian yang dilemparkan pada kami. Dan kepada Allah-lah orang-orang beriman bertawakkal.

11.7.    “Dan orang-orang yang ingkar itu berseru kepada Rasul-rasul-Nya: Sesungguhnya kami akan mengusirmu dari negeri kami, atau kamu akan masuk kembali ke agama kami (agama menyembah berhala, tradisi, adat-istiadat, hawa nafsu dan kegemaran dunia). Kemudian Tuhan mewahyukan kepada rasul-rasul mengenai kaum yang ingkar itu: Sesungguh-sungguhnya Kami akan menghancurkan orang-orang zalim dan aniaya itu”.

Pelajaran yang diberikan Kitab Suci ini ialah:

11.8.    Ayat ke-8 menegaskan, bahwa orang-orang yang tahu bersyukur akan dikaruniakan nikmat-nikmat, tetapi orang-orang yang menolak akan diazab Tuhan.

11.9.    Ayat 9 menjelaskan bahwa kerajaan Tuhan tidak akan bertambah atau ciut, sekiranya manusia menolak firman-firman Tuhan yang disampaikan nabi-nabi itu.

11.10. Ayat 10 memperingatkan, bahwa setiap nabi diutus Tuhan, senantiasa manusia (penduduk dunia) menaruh curiga padanya, menolak dan membenci terhadap ajaran-ajaran yang disampaikannya, padahal nabi-nabi itu semata-mata menyampaikan wahyu-wahyu Tuhan untuk membina kerohanian manusia.

11.11. Ayat 11 memberikan ajaran,bahwa orang-orang yang menerima seruan nabi-nabi itu dosa-dosa mereka akan diampuni oleh Tuhan (jadi Tuhan sendiri yang mengampuninya dan bukan ditebus oleh Nabi Isa a.s.), tetapi jika mereka itu ingkar, maka azab yang bertubi-tubi akan diturunkan kepada  ummat manusia. Biasanya nabi itu diutus ke dunia, bilamana manusia tidak lagi mengamalkan hukum-hukum Tuhan dan hanya mengutamakan tradisi datuk leluhur, menyembah pada dewa-dewa, hawa nafsu dan kegemaran  kehidupan dunia yang fana ini. Wahyu-wahyu Tuhan itu dianggap remeh oleh manusia-manusia yang telah jatuh dalam lumpur maksiat itu, dan mengejek bahwa wahyu-wahyu yang dibawa oleh nabi-nabi benar-benar tidak meyakinkan.

11.12. Ayat 12 memperingatkan bahwa nabi-nabi adalah manusia-manusia biasa yang telah dipilih oleh Allah swt. karena memiliki kesucian lahir dan batin. Mereka hanya semata-mata membawa seruan-seruan Tuhan. Manusia tidak berhak untuk berdebat dengan Tuhan, karena Dia telah melimpahkan karunia-Nya kepada manusia yang dipilih-Nya. Mereka yang menyampaikan wahyu-wahyu Tuhan yang dengan seizin-Nya harus disampaikan kepada ummat manusia, apakah mereka menerima atau menolaknya.

11.13. Ayat 13 menasehatkan kepada nabi-nabi dan para pengikutnya supaya bertawakkal dan bersabar, jika ummat manusia mencaci maki dan menyakiti mereka, memboikot atau mencoba membunuh mereka, semisal Nabi Muhammad saw. dan para sahabat r.a. ketika hidup di Mekkah selama lebih sepuluh tahun terus menerus dihina dan disakiti oleh golongan kafir Quraisy Mekkah.

11.14   Ayat 14 menyatakan, bahwa para nabi dan pengikut-pengikutnya akan senantiasa dihina dan dicoba diusir dari tempat kelahirannya, diboikot atau dibunuh, tetapi Allah yang Maha Kuasa yang telah menciptakan alam semesta ini memperingatkan bahwa Dia Jabbar dan Kahhar, dan sesungguhnya akan menghancurkan orang-orang yang zalim dan aniaya  itu.

11.15. Dalam Al-Qur’an Karim dijumpai banyak sekali firman-firman Tuhan yang menyatakan bahwa bilamana Allah swt. mengutus nabi-nabi-Nya, senantiasa penduduk dunia menolak, menganiaya dan mempermainkan mereka. Rasulullah saw. selama 10 tahun di Mekkah sangat menderita; Nabi Yahya a.s. dipancung kepalanya (Markus 6:27-29); Nabi Isa a.s. dihina, difitnah, diludahi, mahkota duri diletakkan di atas kepalanya dan kemudian digantung di atas salib oleh Imam Besar para ulama dan orang-orang Yahudi (Matius 26:27-68).

                        Dengan kata-kata yang sangat memilukan, Allah swt. berfirman dalam surah Yasin ayat 30 :


Artinya:
“Sunguh sangat disesalkan manusia-manusia itu, bilamana Nabi dikirim kepadanya, maka mereka senantiasa menghina, menyakiti dan mempermainkan nabi-nabi itu”.

            Nabi Muhammad saw. dan para sahabat dianiaya.

11.16. Dalam sejarah Nabi Besar Muhammad saw. dapat kita jumpai, bahwa pada masa permulaan pertablighan beliau, maka pemuda-pemuda bangsa Arab di kala itu mulai tercengang. Pencari kebenaran mulai menjadi gelisah hatinya. Dari penghinaan dan ejekan mulai tumbuh pengakuan dan kegemaran. Budak-budak, pemuda-pemuda, wanita-wanita yang dirundung malang mulai berkumpul di sekitar Rasulullah saw. Dalam amanat dan ajarannya ada harapan untuk orang-orang hina dina, putus asa dan untuk angkatan muda. Wanita-wanita memandang waktunya telah dekat untuk menegakkan kembali hak-hak mereka. Budak-budak melihat hari-hari kemerdekaannya telah datang dan pemuda-pemuda merasa jalan-jalan kemajuan mulai dibuka dengan lebar-lebar.
                        Ketika ejekan mulai berubah menjadi penghargaan dan acuh-tak-acuh menjadi sangat tertarik, pemimpin-pemimpin Mekkah dan pejabat-pejabat mulai khawatir. Mereka mengadakan pertemuan dan perundingan. Mereka mengambil keputusan, bahwa ejekan bukan cara yang tepat untuk menghadapi ancaman itu. Obat yang lebih mujarab harus digunakan. Pengaruh baru itu harus ditekan dengan kekuatan.

11.17. Orang-orang beriman yang masih berjumlah kecil, tak mampu melawan serangan-serangan dan keganasan kaum musyrik, suatu gerakan yang paling keji dan mengerikan telah mulai berkobar. Wanita-wanita dibunuh secara biadab. Laki-laki disembelih. Budak-budak belian yang telah menyatakan imannya kepada Rasulullah saw. dihela melalui pasir dan batu yang panas membara. Kulit mereka menjadi keras seperti kulit belulang binatang. Lama kemudian, ketika Islam tegak berdiri, seorang dari pengikut-pengikut pertama yang bernama Khabbab bin Al-Arat memperlihatkan badannya terbuka. Kawan-kawannya melihat kulitnya keras seperti kulit belulang binatang dan bertanya, mengapa kulitnya begitu. Khabbab tertawa dan menjawab, bahwa itu bukan apa-apa hanya kenang-kenangan pada hari pertama-tama itu, ketika budak-budak belian yang masuk Islam dihela sepanjang lorong-lorong Mekkah melalui pasir dan batu yang keras dan panas (Musnad jilid V halaman 110).

11.18. Budak-budak belian yang menerima Islam itu datangnya dari berbagai-bagai lapisan masyarakat. Bilal adalah orang Negro, Suhaib orang Yunani. Mereka itu pengikut berbagai agama. Jabbar dan Suhaib adalah orang Kristen. Bilal dan Ammar penyembah berhala. Bilal dibaringkan di atas pasir yang panas membara, ditimbuni batu dan anak-anak disuruh menari-nari di atas dadanya dan majikannya Umayya bin Khalf menganiayanya demikian dan kemudian meminta, supaya ia membatalkan kepercayaannya kepada Allah dan Rasul-Nya dan memuji-muji berhala-berhala Mekkah, Latta dan Uzza. Bilal hanya mengatakan: “Ahad, Ahad ….”(Tuhan itu Tunggal).

11.19. Meluap-luap dalam marahnya Umayya menyerahkan Bilal kepada anak-anak nakal, menyuruh mereka mengikatkan tali pada lehernya dan menghelanya melalui kota di atas batu-batu yang tajam. Badan Bilal berlumuran darah, tetapi terus saja membisikkan : “Ahad, Ahad ….”.
Abu Bakar membayar penebusan Bilal dan beberapa budak lain dan mengusahakan pembebasannya. Di antara mereka terdapat Suhaib. Seorang pedagang kaya kaum Quraisy terus menganiayanya, juga sesudah pembebasannya. Ketika Rasulullah saw. meninggalkan Mekkah untuk berhijrah ke Medinah, Suhaib juga ingin ikut serta. Tetapi kaum Mekkah menahannya. Ia tidak boleh membawa keluar dari Mekkah, kekayaan yang dimilikinya yang ia peroleh di Mekkah. Suhaib menawarkan untuk meninggalkan semua kekayaannya dan miliknya serta bertanya, apakah kemudian ia diperkenankan pergi. Kaum Mekkah menerima syarat itu. Suhaib sampai di Medinah dengan tangan hampa dan bertemu dengan Rasulullah saw. yang mendapat laporannya dan mengucapkan selamat kepadanya sambil berkata: “Itulah perdagangan yang terbaik selama hidupmu”.

11.20. Rasulullah saw. sendiri tidak merupakan pengecualian dari perlakuan kejam terhadap orang-orang beriman. Pada sekali waktu beliau saw. sembahyang. Serombongan kaum kuffar mengenakan sebuah jubah kepada leher beliau dan menghela beliau, rasanya mata pun akan keluar dari kelopaknya. Abu Bakar kebetulan lewat dan menyelamatkannya sambil berkata: “Kamu mencoba mau membunuhnya karena ia mengatakan bahwa Tuhan itu sembahannya?”

Pada peristiwa lain beliau sedang sujud dalam shalat dan kaum kuffar Mekkah meletakkan usus-usus dan lambung onta pada punggungnya. Beliau tak dapat bergerak atau bangkit sampai beban itu dilepaskan. Pada peristiwa lain lagi beliau sedang berjalan-jalan di jalan raya dan serombongan anak-anak nakal mengikuti beliau. Mereka tak henti-hentinya memukul-mukul kuduk beliau dan mengatakan kepada hadirin bahwa, inilah orang yang mendakwakan diri menjadi nabi. Demikian kebencian dan permusuhan terhadap beliau terus berlaku dan demikianlah keadaan beliau yang tidak berdaya.

11.21. Rumah Rasulullah saw. dilempari batu dari rumah-rumah sekitarnya. Kotoran dan sisa-sisa binatang sembelihan dilemparkan orang ke dapur beliau. Pada beberapa peristiwa debu dilemparkan kepada beliau di waktu sembahyang, sehingga beliau harus mengundurkan diri ke tempat yang aman untuk sembahyang sehari-hari.

Tetapi kekejaman-kekejaman itu, yang dilancarkan terhadap golongan lemah dan tak berdosa dan pemimpinnya yang setia dan baik hati tetapi tidak berdaya itu, tidak sia-sia. Orang-orang berfikiran sehat menyaksikan hal itu semua dan tertarik kepada Islam. Rasulullah saw. pada sekali peristiwa sedang beristirahat di Safa, suatu bukit dekat Ka’bah. Seorang pemimpin Mekkah, Abu Jahal, musuh terbesar dari Rasulullah saw. lalu di situ dan mulai melemparkan makian busuk kepada beliau. Rasulullah saw. tak berkata-kata apa-apa dan pulang. Seorang budak perempuan dari rumah tangganya menyaksikan kejadian yang menyedihkan itu.

Hamzah, paman Rasulullah, seorang gagah yang ditakuti dan disegani oleh orang-orang sekota, baru datang, pulang dari berburu di hutan dan masuk ke rumah dengan megah. Sedang busur panahnya bergantung pada pundaknya. Budak wanita itu tak lupa akan peristiwa tadi pagi. Ia merasa kecewa melihat Hamzah pulang itu. Ia menyesali dengan mengatakan, bahwa Hamzah boleh memandang dirinya gagah dan pergi bersenjata. Tetapi tidak tahu, apa yang telah diperbuat Abu Jahal terhadap kemenakannya yang tak berdosa tadi pagi.

Walaupun belum beriman, Hamzah bertabiat ksatria. Ia telah terpengaruh oleh ajaran Rasulullah saw., tetapi belum begitu jauh untuk mengikutinya terang-terangan. Ketika didengarnya serangan Abu Jahal yang keji itu, ia tidak dapat menguasai dirinya lagi. Keragu-raguannya mengenai ajaran itu lenyap. Ia merasa, bahwa ia sampai saat itu terlalu lalai mengenai urusan itu. Ia langsung pergi ke Ka’bah di mana para pemimpin Mekkah biasa berkumpul dan berunding. Diambilnya busurnya dan dipukulnya Abu Jahal dengan kerasnya. “Pandanglah aku mulai dari saat ini pengikut Muhammad”, katanya. “Kamu berani memaki-makinya, karena ia tak mau menyahut. Jika kamu gagah dan berani, mari kita berkelahi”. Abu Jahal membisu dan tercengang. Sahabat-sahabatnya bangkit untuk menolong, tetapi karena takut kepada Hamzah dan sukunya, Abu Jahal mencegahnya dengan perhitungan, bahwa perkelahian terbuka akan selalu merugikan. “Memang saya dalam kejadian tadi pagi bersalah”, katanya (Hisyam dan Tabari).

11.22. Aniaya makin keras dan tak terperikan. Beberapa orang Muslim telah meninggalkan Mekkah. Mereka yang tinggal di Mekkah menderita lebih lagi dari masa-masa sebelumnya. Walaupun demikian mereka tidak menyimpang sedikit pun dari jalan yang mereka telah pilih. Hatinya makin membaja, imannya kokoh dan kuat. Pembaktiannya kepada Tuhan Yang Tunggal makin meningkat seperti juga kebenciannya kepada berhala-berhala Mekkah. Permusuhan telah makin menjadi-jadi. Kaum Mekkah mengadakan musyawarah-musyawarah secara besar-besaran. Pada rapat itu diputuskan untuk mengadakan pemboikotan menyeluruh terhadap orang-orang Muslim. Kaum Mekkah harus memutuskan semua perhubungan dengan mereka, tidak akan membeli dari mereka dan tidak akan menjual apa-apa kepada mereka.

Rasulullah saw, keluarganya dan sanak saudaranya yang bukan Muslim tetapi memihak mereka, terpaksa mencari perlindungan di tempat yang terpencil, milik Abu Thalib. Tanpa uang, tanpa alat dan perkakas dan tanpa persediaan, keluarga Rasulullah saw. dan kaum kerabatnya sangat menderita dalam blokade pengurungan itu. Tiga tahun lamanya tidak dapat mengendor dan melonggar blokade itu. Akhirnya lima orang yang berperikemanusiaan membangkang dan menantang peraturan boikot itu. Mereka itu menjumpai sanaksaudaranya yang ikut terkurung, menawarkan penghapusan boikot itu dan mengajak mereka keluar dari kurungan. Abu Thalib keluar dan menyesali kaumnya.

Pelanggaran blokade lima orang itu kemudian diketahui di seluruh Mekkah, tetapi rasa perikemanusiaan pun tergerak pula dan kaum Mekkah mengambil keputusan untuk membatalkan dan menghapuskan pemboikotan itu. Boikot lewat tapi tidak akibatnya. Dalam beberapa hari istri Rasulullah, Khadijah r.a. wafat dan sebulan kemudian paman Rasulullah, Abu Thalib.

11.23. Nampaknya di Mekkah, tak ada lagi orang yang mau mendengarkan kepada beliau, dan hal ini membuat beliau bersedih hati. Beliau merasa bahwa usaha beliau telah terhenti. Maka beliau memutuskan untuk pergi bertabligh keluar. Untuk itu dipilihnya Ta’if, kota kecil kira-kira enam puluh mil di tenggara Mekkah yang termashur oleh buah-buahan dan pertaniannya. Putusan Rasulullah saw. berdasarkan pertimbangan tarikh nabi-nabi semuanya. Nabi Musa a.s. kadang-kadang menjumpai Firaun, kadang-kadang Bani Israil dan kadang-kadang kaum Median. Nabi Isa a.s. kadang-kadang ke Galilia, kadang-kadang ke tempat-tempat di seberang sungai Yordan dan kadang-kadang ke Yerussalam. Maka ketika Rasulullah saw. melihat, bahwa kaum Mekkah mau berbuat aniaya, dan tidak mau mendengar, beliau pergi ke Ta’if. Dalam kepercayaan dan perbuatan syirik orang-orang Ta’if tidak ketinggalan oleh kaum Mekkah. Berhala-berhala yang terdapat di Ka’bah tidak merupakan satu-satunya, pula tidak berarti, bahwa tidak terdapat berhala-berhala penting di lain tempat di Arabia. Salah satu berhala terpenting, Al-Lata, terdapat patungnya di Ta’if, maka oleh karena itu Ta’if merupakan pusat ziarah juga.

Penduduk Ta’if bertalian dengan penduduk Mekkah dengan perhubungan darah, dan beberapa ladang hijau antara Ta’if dan Mekkah dimiliki oleh orang-orang Mekkah. Ketika datang di Ta’if, Rasulullah saw. telah mengunjungi para pemimpin, tetapi tidak ada seorang pun yang bersedia menerima amanat itu. Dan rakyat biasa semuanya mengikuti para pemimpinnya dan menolak pelajaran itu dengan penghinaan.

Hal itu sudah tidak asing lagi. Kaum yang tenggelam dalam urusan duniawi senantiasa memandang ajaran demikian sebagai suatu gangguan, bahkan sebagai serangan. Karena ajaran itu tidak disertai dengan kekuatan yang nampak – seperti banyaknya jumlah atau persenjataan mereka juga layak menolaknya dengan penghinaan. Rasulullah saw. pun tidak merupakan pengecualian. Berita kedatangannya telah sampai di Ta’if dan sekarang beliau datang ke situ tanpa senjata dan tanpa pengikut atau pengawal, seorang diri, hanya ditemani oleh Zaid. Rakyat kota memandang beliau sebagai pengacau-pengacau yang harus dihentikan kegiatannya, walau hanya untuk menyenangkan hati para pemimpin mereka.

 11.24. Orang-orang gelandangan dan anak-anak nakal mereka lepaskan agar supaya mereka melempari beliau dengan batu dan mengusir beliau ke luar kota. Zaid luka-luka dan Rasulullah saw. banyak mengeluarkan darah, tetapi pengejaran diteruskan sampai dua pelarian tanpa daya itu telah berada beberapa mil di luar Ta’if. Rasulullah saw. sangat bersedih hati dan cemas, ketika seorang malaikat turun ke hadapan beliau dan bertanya, apa beliau kehendaki agar penganiaya-penganiaya dibinasakan. “Jangan”, jawab Rasulullah saw. “Saya sangat mengharapkan, bahwa justru dari penganiaya-penganiaya itu akan dilahirkan mereka, yang beribadah hanya kepada Tuhan Yang Maha Esa Yang benar”(Bukhari kitab Bad’al-Khalaq).

11.25. Letih dan cemas beliau berhenti di kebun anggur milik dua orang Mekkah yang kebetulan ada di situ. Mereka pun tergolong penyerang kaum muslimin di Mekkah, tapi pada peristiwa itu tergerak hatinya. Apakah hal itu disebabkan seorang Mekkah diperlakukan buruk oleh orang-orang Ta’if, atau disebabkan tiba-tiba menyalanya bara kebaikan manusia di dalam hatinya? Mereka itu memberikan sekeranjang anggur, diantarkan oleh seorang budak Kristen, bernama Addas dan berasal dari Ninewe.
           
Addas menyampaikan keranjang penuh anggur itu kepada Rasulullah saw. dan kawannya. Ia melihat dengan keheranan kepada dua orang itu. Ia makin tertarik lagi perhatiannya, ketika ia mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Dengan nama Allah, Pengasih dan Penyayang”. Dasar Kristennya tergerak dan dirasakannya seolah-olah ia ada di hadapan seorang Nabi Bani Israil. Rasulullah saw. menanyakan dari mana ia berasal, dan ia menjawab: “Dari Ninewe”, yang disambut oleh Rasulullah saw.: “Yunus putra Amittai, yang berasal dari Ninewe pula, adalah orang suci, seorang nabi seperti aku”. Rasulullah saw. menyampaikan talighnya. Addas sangat tertarik dan segera beriman. Dirangkulnya Rasulullah saw. dengan air mata berlinang-linang dan diciumi kepala, tangan dan kaki beliau. Sesudah selesai pertemuan, Rasulullah saw. menghadapkan do’anya kepada Allah swt. Sabdanya:

11.26. “Ya Allah, hamba tujukan do’aku kepada Engkau, hamba ini sangat lemah, kaumku memandang rendah dan hina kepadaku. Engkau adalah Tuhanku. Kepada siapa lagi Engkau akan melepaskan hamba; kepada orang-orang asing yang mengusirku, atau kepada musuh yang menganiaya hamba di kotaku sendiri?”
“Jika Engkau tidak murka kepada hamba, hamba tak akan menghiraukan mereka, musuh-musuhku itu. Semoga ridha-Mu beserta hamba ini, hamba berlindung di dalam Nur wajah-Mu. Engkau-lah yang dapat mengusir kegelapan dari muka bumi ini dan menganugerahkannya dengan keamanan, ketenteraman dan kedamaian di sini dan di akhirat. Janganlah murka dan kutuk Engkau turun kepada hamba-Mu ini. Engkau tak pernah murka kecuali untuk segera ridha sesudahnya. Dan tidak ada kekuasaan dan perlindungan kecuali beserta Engkau”.

11.27. Perjalanan Rasulullah saw. ke Ta’if membangkitkan kekaguman dari musuh-musuh Islam. Sir William Muir dalam biografi Rasulullah saw. menulis :

Ada suatu kekaguman dan kepahlawanan ksatria dalam perjalanannya ke Ta’if seorang diri, dihina dan ditolak oleh kaumnya sendiri, pergi dengan gagah tanpa ragu-ragu dengan nama Tuhan, seperti Yunus ke Ninewe dan menyuruh suatu kota musyrik untuk bertaubat dan menerima ajarannya. Hal ini menunjukkan dengan sejelas-jelasnya betapa teguh keimanan beliau bersumber kepada wahyu Allah” (Life of Muhammad, by Sir W.Muir, 1923).

11.28.  Kaum kuffar tidak diam untuk meneruskan maksud mereka untuk menghancurkan Islam. Pada tahun keempat sesudah hidjrah, dua suku Arab, suku Adl dan Qara, mengirimkan delegasi kepada Rasulullah saw. untuk mengatakan bahwa orang-orang mereka cenderung kepada Islam. Mereka memajukan permintaan kepada Rasulullah saw. untuk mengirimkan kepada mereka beberapa Muslim yang mahir dalam pelajaran Islam untuk hidup di antara mereka dan mengajar mereka Agama Baru itu.

Sesungguhnya hal itu tipu muslihat yang dilancarkan oleh Banu Lihiyan, musuh besar Islam. Mereka mengirim delegasi itu kepada Rasulullah saw. dengan menjanjikan upah yang besar. Rasulullah saw menerima permintaan itu tanpa curiga dan mengirimkan sepuluh muslim untuk mengajar suku-suku itu dasar-dasar dan pokok-pokok Islam. Ketika rombongan itu tiba di daerah Banu Lihiyan, pengawalnya menyampaikan berita itu kepada orang-orang sesukunya dan meminta untuk menangkap dan membunuh mereka itu.

Atas anjuran keji itu, dua ratus orang bersenjata dari Banu Lihiyan berangkat mengejar rombongan muslimin itu dan akhirnya dapat menyusulnya di tempat bernama Raji. Suatu pertempuran terjadi antara sepuluh orang muslim dan dua ratus musuh. Orang-orang muslim itu penuh dengan keimanan, musuh tak berpegangan apa-apa. Sepuluh orang Muslim itu memanjat suatu bukit, siap menghadapi dua ratus musuh itu. Musuh mencoba menangkap orang-orang Muslim itu dengan tipuan yang kotor. Mereka itu menawarkan keselamatan, asal mereka mau turun. Tetapi kepala rombongan itu menjawab, telah cukup melihat janji orang-orang kuffar. Sambil berkata demikian mereka menyerahkan diri kepada Allah dan mendo’a. Tuhan mengetahui benar akan keadaan mereka. Apakah tidak layak bahwa Tuhan memberitahukan hal itu kepada Rasulullah saw.? Ketika orang-orang kuffar itu melihat, bahwa rombongan muslim yang kecil itu tak dapat ditipu, mereka itu melancarkan serangannya.

Rombongan itu berkelahi tanpa maksud menyerah. Tujuh orang muslim telah gugur. Kepada tiga orang sisanya itu mereka tawarkan lagi keselamatan dengan syarat mau turun dari puncak bukit itu. Tiga orang itu mempercayainya dan menyerah. Segera sesudah menyerahkan diri, mereka diikat erat-erat. Seorang di antara mereka berkata: “Inilah pelanggaran pertama dari janjimu. Hanya Tuhan yang mengetahui apa yang akan kamu perbuat berikutnya”. Dengan demikian ia menolak untuk berangkat. Kaum kuffar mulai menganiaya korbannya dan menghelanya. Tetapi mereka begitu terpengaruh oleh perlawanan tekad bulatnya orang satu itu, sehingga mereka membunuhnya di tempat itu juga. Dua orang lainnya itu dibawanya dan kemudian dijual sebagai budak kepada kaum Quraisy Mekkah. Seorang di antaranya bernama Khubaib, yang lainnya Zaid. Pembeli Khubaib itu akan membunuhnya sebagai pembalasan atas ayahnya yang terbunuh di Badar. Pada suatu hari Khubaib meminjam pisau cukur untuk membersihkan mukanya. Khubaib sedang memegang pisau cukur itu, ketika seorang anak dari keluarga itu mendekatinya karena ingin tahu.
Khubaib mengangkat anak itu dan memangkunya. Ibu anak itu melihat peristiwa itu dan sangat terkejut. Pikirannya penuh dengan perasaan jahat dan kejam dan sekarang orang yang beberapa hari lagi akan mereka bunuh itu memegang pisau cukur sangat dekat pada mereka. Khubaib melihat rasa takut dan khawatir itu pada wajah wanita itu, lalu berkata :
“Nyonya menyangka, bahwa aku akan membunuh anakmu. Jangan sekali-kali menyangka demikian sejenak pun. Aku sama sekali tak mungkin berbuat demikian hina. Orang-orang muslim tidak akan berbuat curang”.

11.29. Wanita itu sangat terpengaruh oleh sikap setia dan jujur dan kelakuan Khubaib itu. Ia senantiasa ingat hal ini kemudian dan ia sering berkata tak pernah melihat seorang tawanan seperti Khubaib. Akhirnya Khubaib dibawa oleh orang-orang Mekkah itu ke lapangan terbuka untuk merayakan pembunuhannya di muka umum.

11.30. Ketika saat yang telah ditetapkan tiba, Khubaib minta izin untuk sembahyang dua rakaat. Orang Quraisy itu mengabulkannya dan Khubaib melakukan sembahyangnya kepada Tuhan di muka umum. Ketika ia selesai sembahyang, ia mengatakan masih ingin meneruskannya, tetapi tak mau berbuat demikian, khawatir jangan-jangan mereka akan menyangka, bahwa ia takut mati. Maka dengan tenang ditundukkannya lehernya ke hadapan algojonya sambil berbuat demikian ia mendengungkan sajak :

11.31.  “Karena aku mati sebagai seorang muslim,
tak kuhiraukan badanku yang tak berkepala
akan jatuh ke kanan atau ke kiri.
Apakah gunanya? Kematianku ada di jalan Allah;
Jika Dia menghendaki, Dia dapat memberkati tiap-tiap bagian
dari badanku yang tak beranggota lagi” (Bukhari).

Baru saja Khubaib menyudahi sajaknya itu, pedang algojo itu mengenai lehernya dan kepalanya jatuh kearah lain. Di antara mereka yang telah berkumpul untuk merayakan pembunuhan umum itu ikut hadir juga seorang bernama Sa’id bin Amir, yang kemudian masuk Islam. Dikatakan, bahwa bila pun pembunuhan Khubaib diceritakan di muka Sa’id, ia jatuh pingsan (Hisyam).

11.32.  Tawanan yang kedua yang bernama Zaid telah dibawa keluar untuk dibunuh. Di antara penontonnya terdapat juga Abu Sufyan, pemimpin Mekkah. Abu Sufyan menengok ke Zaid dan bertanya: “Apakah kamu tidak lebih menyukai Muhammad ada di tempatmu sekarang? Apakah kamu tidak lebih menghendaki dirimu sendiri aman sentausa di rumah, Muhammad ada disini di tangan kami?”. Zaid menjawab dengan gagah: “Apa, Abu Sufyan? Apa yang kau katakan? Demi Allah aku lebih suka mati dari pada Rasulullah tertusuk duri di lorong Medinah”.
Abu Sufyan tak dapat tidak, terpengaruh oleh kesetiaan yang demikian. Zaid dipandangnya dengan heran dan Abu Sufyan menyatakan tanpa ragu-ragu, tetapi dengan suara tertahan: “Demi Allah, aku belum pernah melihat seorang mencintai orang lain seperti sahabat-sahabat Muhammad mencintai Muhammad”(Hisyam bagian ke 2).

11.33.  Pada kira-kira waktu yang bersamaan, beberapa orang Najd juga menjumpai Rasulullah saw. untuk minta orang-orang Muslim untuk mengajarkan Islam kepada mereka. Rasulullah saw. tidak percaya kepada mereka. Tetapi Abu Bara’, pemimpin suku ‘Amir kebetulan ada di Medinah. Ia menawarkan diri menjadi penanggung jawab suku itu dan meyakinkan Rasulullah saw. bahwa mereka itu tidak akan melakukan kejahatan. Rasulullah memilih tujuh puluh hafiz Qur’an.
Ketika rombongan itu mencapai Bi’r Mauna, seorang bernama Haram bin Malhan pergi kepada pemimpin suku Amir (kemenakan Bara’) untuk menyampaikan tabligh Islam. Pada lahirnya Haram diterima baik oleh anggota-anggota suku itu. Tetapi ketika ia sedang menunjukkan pembicaraannya kepada pemimpin suku, seorang laki-laki menyelinap ke belakang dan menyerang Haram dengan tombak. Haram syahid di tempat itu juga. Ketika tombak itu menembus leher Haram, kedengaran ia berseru: “Allahu Akbar. Tuhannya Ka’bah menjadi saksi, aku telah mencapai tujuanku” (Bukhari).

11.34. Setelah membunuh Haram secara kejam dan keji itu, pemimpin-pemimpin suku menghasut agar sukunya menyerang sisa dari guru-guru Muslim itu. “Tetapi”, kata anggota-anggota suku itu, “ketua kami, Abu Bara’, telah menanggung keamanan, kita tidak menyerang rombongan itu”. Lantas para pemimpin suku dengan bantuan dua suku yang telah pergi kepada Rasulullah saw. untuk meminta guru-guru Muslim dan beberapa suku lainnya menyerang rombongan Muslim itu. Seruan sederhana “Kami datang untuk tabligh dan mengajar bukan untuk bertempur”, tak mendapat perhatian.
Mereka mulai membunuh rombongan itu. Semuanya, kecuali tiga orang, mati terbunuh. Seorang dari yang selamat itu orang cacat dan telah mendaki suatu bukit sebelum perkelahian dimulai. Dua lainnya telah pergi ke hutan untuk memberi onta mereka makanan. Sepulang dari hutan mereka jumpai enam puluh enam kawannya telah syahid di medan pertempuran. Dua orang itu berunding. Seorang di antara mereka berkata: “Kita harus segera melaporkan peristiwa ini kepada Rasulullah saw.”.

11.35. Tetapi yang kedua berkata: “Aku tak dapat meninggalkan tempat ini, dimana pemimpin rombongan kita, yang ditunjuk oleh Rasulullah saw. sebagai pemimpin kita telah mati terbunuh”. Dengan berkata begitu ia bangkit dan menyerbu kepada kaum kuffar seorang diri dan gugur. Orang lainnya tertawan, tetapi kemudian dibebaskan sesuai dengan sumpah yang telah dikatakan oleh kepala suku itu. Dalam rombongan yang syahid itu termasuk juga Amar bin Fuhaira, orang merdeka, bekas budak Abu Bakar. Pembunuhnya bernama Jabbar, mengatakan, bahwa bai’atnya itu disebabkan oleh pembunuhan orang-orang muslim besar-besaran itu.

11.36. “Ketika aku membunuh Amar”, kata Jabbar, “Kudengar ia berkata: “Demi Allah aku telah mencapai tujuanku”. Kutanya Amir mengapa seorang Muslim mengatakan semacam itu jika ia menemui ajalnya. Amir menerangkan, bahwa orang-orang Muslim memandang mati di jalan Allah sebagai rahmat dan kemenangan. Jabbar begitu terpengaruh oleh jawaban itu, sehingga ia mulai mempelajari Islam secara teratur dan akhirnya masuk Islam (Hisyam dan Usul-al-Ghaba).


11.37. Berita mengenai dua peristiwa menyedihkan itu, dimana kira-kira delapan puluh Muslim menemui ajalnya sebagai akibat tipu muslihat yang jahat, tiba di Medinah bersama-sama. Mereka itu bukan orang-orang biasa yang menjadi korban pembunuhan. Mereka itu pembawa ajaran Al-Qur’an. Mereka itu tak melakukan kejahatan dan tidak menyakiti siapapun. Mereka itu pernah ikut serta dalam pertempuran. Mereka telah dipancing ke tangan musuh dengan dusta dan tipu muslihat, atas nama Tuhan dan agama.